Tuesday, February 17, 2009

Mengapa Harus bank Syariah?

(Reload tulisan lama)
Cecep Maskanul Hakim

Akhir Mei lalu saya diminta Bank Danamon Syariah untuk berbicara dalam acara sosialisasi bank sayriah. Saya diminta menjelaskan mengapa orang harus memilih bank syariah. Saya lalu memberikan beberapa alasan.

Pertama adalah kewajiban agama. Bagi seorang muslim, tidak ada pilihan bagi untuk memilih selain menjalankan syariah, termasuk dalam transaksi keuangan. Saya lalu membacakan ayat Quran surah AlAhzab (33) ayat 36 yang berisi tentang hal ini, dan Surah Ali Imran (3) ayat 85 tentang orang yang mencari sistem kehidupan lain tidak akan diterima dan dia di akhirat termasuk orang-orang yang rugi. Termasuk dalam hal ini adalah hukum bunga bank yang menurut para ulama di berbagai negeri Islam sebagai riba yang hukumnya haram. Lihat saja hasil bahasan Dewan Studi Islam Al Azhar, Cairo (1965 ), Rabithah Alam Islamy (1986 M), Majma' Fiqih Islamy, Organisasi Konferensi Islam (1985). Di Indonesia sendiri Majelis Ulama Indonesia - Aceh telah menyatakan pada bulan Agustus 2001 bahwa bunga bank seperti yang dijalankan oleh bank konvensional sekarang ini adalah haram hukumnya Lokakarya ini didukung hasil penelitian Bank Indonesia yang menyatakan bahwa 45% responden di Jawa mengatakan bunga tidak sejalan dengan ajaran agama.
Kedua adalah sistem. Sistem perbankan Syariah adalah sistem yang lebih adil. Ini karena menganut prinsip kebersamaan, yaitu untung dibagi sama, resikopun ditanggung bersama. Selain itu sistem perbankan syariah lebih bersih, karena semua transaksi harus sesuai dengan ajaran Syariah. Bila terdapat dana/ keuntungan non halal yang didapat secara tidak disengaja, harus diberikan kepada dana sosial. Untuk memastikan ini, setiap bank syariah harus memiliki Dewan Pengawas Syariah yang bertugas mengawasi produk dan transaksinya. Lagipula, sejalan dengan adanya trend corporate governance, sejak awal sistem perbankan Syariah sudah lebih transparan dengan mengharuskan mudharib (dalam hal ini bank) untuk menjelaskan semua usaha yang diberikan. Dalam soal ketahanan sistem Perbankan Syariah terbukti lebih resisten terhadap krisis. Sebagaimana diketahui, akibat krisis berkepanjangan, negara harus menanggung biaya rekapitalisasi perbankan lebih dari Rp. 600 trilyun dan bunga perbulan sebesar 50 milyar. Sebagai sebuah sistem, perbankan Syariah bersifat universal, siapapun bisa menjalankannya apabila ia memiliki ilmunya, apapun agamanya.
Ketiga adalah komitmen. Hal ini terlihat pada keterlibatan dalam pengembangan sektor riil dengan rasio pembiayaan terhadap simpanan (financing to deposit ratio) yang diatas 100%. Selain itu perbankan syariah terlibat penuh pada berbagai kredit program untuk Usaha Kecil dan Menengah seperti P2KER dan KKPA.
Keempat adalah trend pasar. Realitas nasional menunjukkan peningkatan tajam dalam aktifitas dan jaringan perbankan syariah sejak tahun 1998. Kini sudah berdiri 2 bank syariah, 5 unit usaha syariah dan 82 BPRS. Dalam dua tahun kedepan diperkirakan jaringan ini akan meningkat dua kali lipat. Fenomena ini juga didukung dunia akademis yang sangat intensif mengadakan kajian dan seminar tentang perbankan dan ekonomi syariah seperti seperti Airlangga, UI, Brawijaya, IAIN dan lain-lain.
Trend internasional juga tidak kalah gregetnya, sehingga beberapa analis memperkirakan trend dunia perbankan kini mengarah kepada perbankan Islam. Hal ini dilihat dari pembukaan layanan Islamic banking dari beberapa bank skala dunia seperti Citibank, Standard Chartered, HSBC, ANZ dan ABN-Amro. Fenomena lainnya yang layak disebut adalah: Pada bulan Desember 2000 Federal Reserve (bank sentral Amerika) meminta Bahrain Institute of Banking and Finance untuk mengadakan pelatihan bagi para pejabatnya. Demikian pula pada bulan February 2002 Department Treasury Amerika yang meminta Harvard University untuk melakukan pelatihan dan penelitian perbankan Islam bagi para pegawainya. Bulan Mei lalu, Bank of England mengadakan seminar tentang Islamic Bank dan kemungkinan pengaturan khusus oleh Financial Service Authority. Sebagaimana di Indonesia, beberapa universitas dunia mulai menawarkan program kajian Islamic banking and finance, seperti Harvard, Loughborough, Durham, Oxford dan Monash.
Kelima adalah dukungan kebijakan dan pengaturan. Bank Indonesia kini tengah giat melakukan sosialisasi perbankan syariah ke tengah masyarakat. Untuk perbankan syariah ini bahkan kini tengah dibuatkan cetak biru (blue print) pengembangannya untuk 10 tahun kedepan. Selain itu, sumberdaya manusianyapun terus ditingkatkan melalui pelatihan, pendidikan dan lokakarya. Hal ini karena diamanatkan oleh Undang-undang No. 7 Tahun 1992 sebagaimana yang telah disempurnakan oleh Undang-undang No. 10 Tahun 1998 tentang Perbankan dan Undang-undang No. 23 Tahun 1999 tentang Bank Indonesia. Karena itu tidak usah heran jika berbagai peraturan tentang bank syariah pun bermunculan. Soal pengaturan dan peraturan ini juga sudah ada pada level internasionl, seperti AAOIFI dan International Financial Service Board (IFSB) yang dibentuk oleh IMF dan Bank Dunia, serta diresmikan pada bulan April lalu di Paris.
Selain alasan-alasan ini, saya juga menyampaikan beberapa kritik seperti yang sering disampaikan masyarakat. Itu bisa dimengerti, karena sebagai sebuah sebuah sistem yang relatif baru, perbankan syariah masih memerlukan ide-ide baru untuk pengembangannya. Masalahnya, mengapa kita tidak ikut mengembangkannya, misalnya dengan menjadi nasabah?
Wallahu A'lam.


Dimuat di Tabloid Fikri, Juni 2002

No comments:

Post a Comment